Artikel ini akan membahas Bentuk-Bentuk Perlawanan Rakyat dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia Melalui MIAI, Gerakan Bawah Tanah, Perjuangan Bersenjata, Perjuangan Melalui Organisasi Bikinan Jepang, Perjuangan Melalui Organisasi Islam Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), Perjuangan Melalui Gerakan Bawah Tanah, Perjuangan Melalui Perlawanan Bersenjata.
Pada masa pendudukan Jepang, para pemimpin perjuangan bangsa Indonesia bersikap hati-hati. Hal ini dikarenakan pemerintah pendudukan Jepang sangat kejam, menyiksa bahkan membunuh terhadap siapa saja yang terang-terangan menentang Jepang. Semua organisasi kebangsaan yang telah ada sejak penjajahan Belanda dibubarkan.
Para pemimpin pergerakan kebangsaan selalu dicurigai dan diawasi dengan ketat. Hal tersebut disebabkan karena sebelum Jepang masuk ke Indonesia telah mengirimkan mata-mata sehingga memiliki data yang lengkap keadaan politik di Indonesia.
Menghadapi keadaan yang serba sulit maka para pemimpin bangsa Indonesia berjuang dengan menyesuaikan situasi dan kondisi. Mereka tidak kehilangan semangat perjuangan.
Dengan taktik kooperasi para pemimpin dapat membela nasib rakyat dan memanfaatkan kebijaksanaan pemerintah Jepang untuk kepentingan nasional. Namun ada pula yang mengadakan gerakan bawah tanah atau ilegal maupun dengan perlawanan bersenjata.
Semua itu adalah mempunyai cita-cita yang sama yakni mewujudkan Indonesia merdeka. Adapun bentuk perlawanan terhadap Jepang adalah sebagai berikut.
Organisasi ini dibubarkan karena tidak mendapat simpati rakyat dan kemudian dibentuklah PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) pada tanggal 1 Maret 1943.
Pemimpin PUTERA yang dikenal dengan Empat Serangkai adalah Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansyur.
Beberapa tokoh nasionalis lainnya sebagai anggota pengurus antara lain Chaerul Saleh, Asmara Hadi, Sukardjo Wiryopranoto, Oto Iskandar dinata danlain-lain.
Organisasi ini dimanfaatkan oleh para nasionalis sebagai penyalur aspirasinasionalisme dan memperkuat pertahanan pemuda melalui pidato-pidatonya.
Tugas badan ini adalah memberi nasihat atau pertimbangan kepada Seiko Shikikan (penguasa tertinggi militer Jepang di Indonesia). Oleh para pemimpin Indonesia melalui Chuo Sangi In dimanfaatkan untuk menggembleng kedisiplinan.
Salah satu saran Chuo Sangi In kepada Seiko Shikikan adalah agar dibentuknya Barisan Pelopor untuk mempersatukan seluruh penduduk agar secara bersama menggiatkan usaha mencapai kemenangan.
Pemrakarsa berdirinya organisasi ini adalah K.H. Mas Mansur, K.H. Wahab Hasbullah, Wondoamiseno, dan lain- lain. Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia organisasi ini tetap diperbolehkan berdiri.
Hal ini merupakan pendekatan Jepang terhadap golongan nasionalis Islam agar umat Islam tidak melakukan kegiatan-kegiatan politik.
Pengikut dari kelompok ini terutama para pelajar dari kota Jakarta, Surabaya, Cirebon, Garut, Semarang dan lain-lain. Mereka berjuang dengan cara sembunyi-sembunyi atau dengan strategi gerakan ”bawah tanah”.
Melalui Dr. Charles Van der Plas, P.J.A. Idenburg membantu uang sebesar 25.000 gulden kepada Amir Syarifuddin guna mengorganisir gerakan bawah tanah melawan Jepang.
Oleh karena itu kelompok ini anti fasis dan menolak kerja sama dengan Jepang. Karena sangat keras dalam mengkritik Jepang maka Amir Syarifuddin ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh Jepang pada tahun 1944.
Atas bantuan Ir. Soekarno, hukumannya diubah menjadi hukuman seumur hidup akan tetapi setelah Jepang menyerah dan Indonesia merdeka, ia terbebas dari hukuman.
Di antara tokoh BAPERPI yang terkenal adalah Supeno (Ketua), Burhanuddin Harahap, dan Kusnandar. Sejumlah tokoh-tokoh mahasiswa/ pelajar yang terkenal antara lain Djohar Noer, Sayoko, Syarif Thayeb, Darwis, Eri Sadewo, Chairul Saleh, Kusnandar, Subadio Sastrosatomo, Wahidin Nasution, dan Tadjuludin.
Kelompok Persatuan Mahasiswa ini anti Jepang dan sangat dekat dengan jalan pikiran Sutan Syahrir.
Secara resmi pendirian asrama ini dibiayai Jepang dengan maksud menggembleng para pemuda untuk menjadi alat mereka. Akan tetapi tempat ini oleh pemuda dimanfaatkan secara diam-diam untuk menggerakkan semangat nasionalisme.
Asrama ini didirikan atas inisiatif dan bantuan kepala perwakilan Kaigun di Jakarta, Laksamana Muda Maeda pada bulan Oktober 1944. Dengan demikian kelompok ini merupakan kelompok yang paling akhir terbentuk.
Gerakan-gerakan di atas dalam mencapai tujuannya melakukan kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut.
Masjid terbakar dan pasukan Tengku Abdul Jalil banyak yang gugur. Akhirnya Tengku Abdul Jalil tewas ditembak oleh Jepang.
KH. Zainal Mustafa tidak tahan lagi membiarkan penindasan dan pemerasan terhadap rakyat, serta pemaksaan terhadap agama yakni adanya upacara “Seikeirei” (menyembah terhadap Tenno Heika Kaisar Jepang). KH. Zainal Mustafa beserta 27 orang pengikutnya dihukum mati oleh Jepang tanggal 25 Oktober 1944.
Sehabis panen, padi langsung diangkut ke balai desa. Perlawanan rakyat dapat dipadamkan secara kejam dan para pemimpin perlawanan ditangkap oleh Jepang.
Dalam perlawanan tersebut rakyat banyak jatuh korban, tetapi rakyat melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang meninggalkan Pulau Biak.
Nimrod dihukum pancung oleh Jepang untuk menakut-nakuti rakyat. Tetapi rakyat tidak takut dan muncullah seorang pemimpin gerilya yakni S. Papare.
Sebagai putera rakyat para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan prajurit-prajurit Indonesia.
Perlawanan PETA di Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding.
Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri.
Baca Juga : Pengaruh Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang di Indonesia
Bentuk-Bentuk Perlawanan Rakyat
Para pemimpin pergerakan kebangsaan selalu dicurigai dan diawasi dengan ketat. Hal tersebut disebabkan karena sebelum Jepang masuk ke Indonesia telah mengirimkan mata-mata sehingga memiliki data yang lengkap keadaan politik di Indonesia.
Menghadapi keadaan yang serba sulit maka para pemimpin bangsa Indonesia berjuang dengan menyesuaikan situasi dan kondisi. Mereka tidak kehilangan semangat perjuangan.
Dengan taktik kooperasi para pemimpin dapat membela nasib rakyat dan memanfaatkan kebijaksanaan pemerintah Jepang untuk kepentingan nasional. Namun ada pula yang mengadakan gerakan bawah tanah atau ilegal maupun dengan perlawanan bersenjata.
Semua itu adalah mempunyai cita-cita yang sama yakni mewujudkan Indonesia merdeka. Adapun bentuk perlawanan terhadap Jepang adalah sebagai berikut.
1. Perjuangan Melalui Organisasi Bikinan Jepang
a. Memanfaatkan Gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat)
Pada zaman pendudukan Jepang semua partai politik dibubarkan. Untuk mempropagandakan politik Hakko Ichiu, Jepang membentuk Gerakan 3A (Gerakan Tiga A) yang dipimpin Mr. Syamsudin.Organisasi ini dibubarkan karena tidak mendapat simpati rakyat dan kemudian dibentuklah PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) pada tanggal 1 Maret 1943.
Pemimpin PUTERA yang dikenal dengan Empat Serangkai adalah Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansyur.
b. Memanfaatkan Barisan Pelopor (Syuisyintai)
Setelah PUTERA dibubarkan maka dibentuklah Jawa Hokokai (Perhimpunan Kebaktian Rakyat Jawa). Salah satu bagian Jawa Hokokai adalah Syuisyintai (Barisan Pelopor) yang dipimpin Ir. Soekarno dengan pemimpin Harian atau Kepala Sekretariatnya adalah Sudiro.Beberapa tokoh nasionalis lainnya sebagai anggota pengurus antara lain Chaerul Saleh, Asmara Hadi, Sukardjo Wiryopranoto, Oto Iskandar dinata danlain-lain.
Organisasi ini dimanfaatkan oleh para nasionalis sebagai penyalur aspirasinasionalisme dan memperkuat pertahanan pemuda melalui pidato-pidatonya.
c. Memanfaatkan Chuo Sangi In (Badan Penasihat Pusat)
Badan ini dibentuk pada tanggal 5 September 1943 atas anjuran Jenderal Hideki Tojo (Perdana Menteri Jepang). Ketuanya Ir. Soekarno, anggotanya berjumlah 23 orang Jepang dan 20 orang Indonesia.Tugas badan ini adalah memberi nasihat atau pertimbangan kepada Seiko Shikikan (penguasa tertinggi militer Jepang di Indonesia). Oleh para pemimpin Indonesia melalui Chuo Sangi In dimanfaatkan untuk menggembleng kedisiplinan.
Salah satu saran Chuo Sangi In kepada Seiko Shikikan adalah agar dibentuknya Barisan Pelopor untuk mempersatukan seluruh penduduk agar secara bersama menggiatkan usaha mencapai kemenangan.
2. Perjuangan Melalui Organisasi Islam Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)
Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) merupakan perkumpulan dari organisasi- organisasi Islam yang didirikan pada tanggal 21 September 1937 di Surabaya pada masa pemerintah Hindia Belanda.Pemrakarsa berdirinya organisasi ini adalah K.H. Mas Mansur, K.H. Wahab Hasbullah, Wondoamiseno, dan lain- lain. Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia organisasi ini tetap diperbolehkan berdiri.
Hal ini merupakan pendekatan Jepang terhadap golongan nasionalis Islam agar umat Islam tidak melakukan kegiatan-kegiatan politik.
3. Perjuangan Melalui Gerakan Bawah Tanah
Selain melalui taktik kerja sama dengan Jepang, para pejuang melakukan perjuangan secara rahasia (gerakan bawah tanah) atau ilegal. Beberapa contoh perjuangan bawah tanah antara lain sebagai berikuta. Gerakan Kelompok Sutan Syahrir
Kelompok ini merupakan pendukung demokrasi parlementer model Eropa barat dan menentang Jepang karena merupakan negara fasis.Pengikut dari kelompok ini terutama para pelajar dari kota Jakarta, Surabaya, Cirebon, Garut, Semarang dan lain-lain. Mereka berjuang dengan cara sembunyi-sembunyi atau dengan strategi gerakan ”bawah tanah”.
b. Gerakan Kelompok Amir Syarifuddin
Menjelang kedatangan Jepang di Indonesia, Amir Syarifuddin berhubungan erat dengan P.J.A. Idenburg (pimpinan departemen pendidikan Hindia Belanda).Melalui Dr. Charles Van der Plas, P.J.A. Idenburg membantu uang sebesar 25.000 gulden kepada Amir Syarifuddin guna mengorganisir gerakan bawah tanah melawan Jepang.
Oleh karena itu kelompok ini anti fasis dan menolak kerja sama dengan Jepang. Karena sangat keras dalam mengkritik Jepang maka Amir Syarifuddin ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh Jepang pada tahun 1944.
Atas bantuan Ir. Soekarno, hukumannya diubah menjadi hukuman seumur hidup akan tetapi setelah Jepang menyerah dan Indonesia merdeka, ia terbebas dari hukuman.
c. Golongan Persatuan Mahasiswa
Golongan ini sebagian besar berasal dari mahasiswa Ika Daigaku (Sekolah Kedokteran) di Jalan Prapatan 10 dan yang terhimpun dalam Badan Permusyawaratan Pelajar-Pelajar Indonesia (BAPERPI) di Cikini Raya 71.Di antara tokoh BAPERPI yang terkenal adalah Supeno (Ketua), Burhanuddin Harahap, dan Kusnandar. Sejumlah tokoh-tokoh mahasiswa/ pelajar yang terkenal antara lain Djohar Noer, Sayoko, Syarif Thayeb, Darwis, Eri Sadewo, Chairul Saleh, Kusnandar, Subadio Sastrosatomo, Wahidin Nasution, dan Tadjuludin.
Kelompok Persatuan Mahasiswa ini anti Jepang dan sangat dekat dengan jalan pikiran Sutan Syahrir.
d. Kelompok Sukarni
Kelompok ini sangat berperan di sekitar proklamasi kemerdekaan. Tokoh-tokoh yang tergabung dalam kelompok Sukarni antara lain Adam Malik, Pandu Kartawiguna, Chaerul Saleh, dan Maruto Nitimihardjoe. Kelompok Pemuda Menteng 31
Kelompok ini dibentuk oleh sejumlah pemuda yang bekerja pada bagian propaganda Jepang (Sendenbu). Tokohtokoh terkenal dari kelompok ini antara lain Sukarni, Chaerul Saleh, A.M. Hanafi, Adam Malik, Pandu Kartawiguna, Maruto Nitimihardjo, Khalid Rasjidi dan Djamhari. Kelompok ini bermarkas di gedung Menteng 31 Jakarta.Secara resmi pendirian asrama ini dibiayai Jepang dengan maksud menggembleng para pemuda untuk menjadi alat mereka. Akan tetapi tempat ini oleh pemuda dimanfaatkan secara diam-diam untuk menggerakkan semangat nasionalisme.
f . Golongan Kaigun
Kelompok ini anggotanya bekerja pada Angkatan Laut Jepang. Mereka selalu menggalang dan membina kemerdekaan dengan berhubungan kepada tokoh-tokoh Angkatan Laut Jepang yang simpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Kelompok ini mendirikan asrama Indonesia Merdeka di jalan Bungur Besar No. 56 Jakarta.Asrama ini didirikan atas inisiatif dan bantuan kepala perwakilan Kaigun di Jakarta, Laksamana Muda Maeda pada bulan Oktober 1944. Dengan demikian kelompok ini merupakan kelompok yang paling akhir terbentuk.
Gerakan-gerakan di atas dalam mencapai tujuannya melakukan kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut.
- Menjalin komunikasi dan memelihara semangat nasionalisme.
- Menyiapkan kekuatan untuk menyambut kemerdekaan.
- Mempropagandakan kesiapan untuk merdeka.
- Memantau perkembangan Perang Pasifik.
4. Perjuangan Melalui Perlawanan Bersenjata
Selain perjuangan secara sembunyi-sembunyi (ilegal), para pemimpin berjuang secara terbuka dengan melakukan perlawanan bersenjata. Perlawanan bersenjata itu dilakukan oleh rakyat maupun pasukan PETA.a. Perlawanan Bersenjata yang Dilakukan Rakyat
Perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh rakyat diberbagai daerah, antara lain sebagai berikut.1) Perlawanan Rakyat di Cot Pleing (10 November 1942)
Perlawanan ini dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil, seorang guru mengaji. Perlawanan di Cot Pleing, Lhoseumawe, Aceh ini diawali dari serbuan Jepang terhadap masjid di Cot Pleing.Masjid terbakar dan pasukan Tengku Abdul Jalil banyak yang gugur. Akhirnya Tengku Abdul Jalil tewas ditembak oleh Jepang.
2) Perlawanan Rakyat di Pontianak (16 Oktober 1943)
Perlawanan ini dilakukan oleh suku Dayak di pedalaman serta kaum feodal di hutan-hutan. Latar belakang perlawanan ini karena mereka menderita akibat tindakan Jepang yang kejam. Tokoh perlawanan dari kaum ningrat yakni Utin Patimah.3) Perlawanan Rakyat di Sukamanah, Singaparna, Jawa Barat (25 Februari 1944)
Perlawanan ini dipimpin oleh KH. Zainal Mustafa, seorang pendiri pesantren Sukamanah. Perlawanan ini lebih bersifat keagamaan.KH. Zainal Mustafa tidak tahan lagi membiarkan penindasan dan pemerasan terhadap rakyat, serta pemaksaan terhadap agama yakni adanya upacara “Seikeirei” (menyembah terhadap Tenno Heika Kaisar Jepang). KH. Zainal Mustafa beserta 27 orang pengikutnya dihukum mati oleh Jepang tanggal 25 Oktober 1944.
4) Perlawanan Rakyat di Cidempet, Kecamatan Lohbener, Indramayu (30 Juli 1944)
Perlawanan ini dipimpin oleh H. Madriyas, Darini, Surat, Tasiah dan H. Kartiwa. Perlawanan ini disebabkan oleh cara pengambilan padi milik rakyat yang dilakukan Jepang dengan kejam.Sehabis panen, padi langsung diangkut ke balai desa. Perlawanan rakyat dapat dipadamkan secara kejam dan para pemimpin perlawanan ditangkap oleh Jepang.
5) Perlawanan Rakyat di Irian Jaya
Perlawanan terjadi di beberapa daerah di Irian Jaya, antara lain sebagai berikut.a) Perlawanan rakyat di Biak (1944)
Perlawanan ini dipimpin oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan “Koreri” yang berpusat di Biak. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan sebagai budak belian, dipukuli, dan dianiaya.Dalam perlawanan tersebut rakyat banyak jatuh korban, tetapi rakyat melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang meninggalkan Pulau Biak.
b) Perlawanan rakyat di Pulau Yapen Selatan
Perlawanan ini dipimpin oleh Nimrod. Ketika Sekutu sudah mendekat maka memberi bantuan senjata kepada pejuang sehingga perlawanan semakin seru.Nimrod dihukum pancung oleh Jepang untuk menakut-nakuti rakyat. Tetapi rakyat tidak takut dan muncullah seorang pemimpin gerilya yakni S. Papare.
c) Perlawanan rakyat di Tanah Besar, daratan Irian (Papua)
Perlawanan ini dipimpin oleh Simson. Dalam perlawanan rakyat di Irian Jaya, terjadi hubungan kerja sama antara gerilyawan dengan pasukan penyusup Sekutu sehingga rakyat mendapatkan modal senjata dari Sekutu.b. Perlawanan Bersenjata yang Dilakukan PETA
Perlawanan bersenjata dilakukan oleh pasukan PETA di berbagai daerah, antara lain sebagai berikut.1) Perlawanan PETA di Blitar (29 Februari 1945)
Perlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail. Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan.Sebagai putera rakyat para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan prajurit-prajurit Indonesia.
Perlawanan PETA di Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding.
Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri.
2) Perlawanan PETA di Meureudu, Aceh (November 1944)
Perlawanan ini dipimpin oleh Perwira Gyugun T. Hamid. Latar belakang perlawanan ini karena sikap Jepang yang angkuh dan kejam terhadap rakyat pada umumnya dan prajurit Indonesia pada khususnya.3) Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap (April 1945)
Perlawanan ini dipimpin oleh pemimpin regu (Bundanco) Kusaeri bersama rekan-rekannya. Perlawanan yang direncanakan dimulai tanggal 21 April 1945 diketahui Jepang sehingga Kusaeri ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis hukuman mati tetapi tidak terlaksana karena Jepang terdesak oleh Sekutu.Baca Juga : Pengaruh Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang di Indonesia