Proses Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Nasional - Artikel kali ini akan membahas bagaimana PROSES PEMBUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL, Proses Pembahasan RUU dari Pemerintah di DPR RI RUU, Proses Pembahasan RUU dari DPR di DPR RIRUU, Proses Pembahasan RUU dari DPD di DPR RI RUU.
1. Proses Pembahasan RUU dari Pemerintah di DPR RI RUU beserta penjelasan yang berasal dari Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut.
Pimpinan DPR memberitahu dan membagikan RUU tersebut kepada seluruh Anggota. RUU yang terkait dengan DPD disampaikan kepada Pimpinan DPD.
2. Proses Pembahasan RUU dari DPR di DPR RIRUU beserta penjelasan yang berasal dari DPR disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden memberitahukan dan membagikannya kepada seluruh Anggota kabinet.
Apabila ada dua RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang, maka yang
dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan ketua DPR digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang.
Apabila setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan.
Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
3. Proses Pembahasan RUU dari DPD di DPR RI RUU beserta penjelasan yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian d Pimpinan DPR memberitahu dan membagikan kepada seluruh Anggota.
Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna.
Badan Musyawarah selanjutnya menunjuk Komisi atau Badan Legislatif untuk membahas RUU tersebut, dan mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja.
Suatu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diusulkan untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU) secara garis besar formatnya berisi : Panamaan; Pembukaan; Batang Tubuh; Penutup; Penjelasan (bila ada) dan Lampiran (bila diperlukan).
Penamaan, berkaitan dengan judul atau nama dari Rancangan Undang-Undang atau Undang-Undang yang diajukan atau disahkan, termasuk nomor dan tahun pembentukan undang-undang tersebut. Penulisan penamaan dilakukan dengan menggunakan huruf besar semua.
Pembukaan, setelah dilakukan penamaan, maka bagian berikutnya adalah pembukaan, yaitu yang dimulai dengan:
a. Frase “DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA”, kemudian dicantumkan pula nama pejabat pembuat undang-undang (untuk tingkat pusat) dan peraturan daerah (untuk tingkat propinsi, kabupaten atau kota),
Contoh :
Undang-undang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
GUBERNUR
BUPATI
WALIKOTA
b. Konsideran, yaitu berisi hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan dikeluarkannya undang-undang tersebut beserta latar belakangnya, dan dimulai dengan kata “menimbang” dan seterusnya ...
c. Dasar Hukum, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan atau dasar kewenangan pembuatan peraturan tersebut. Selain itu juga memuat peraturan perundang-undangan yang terkait langsung. Teknik penulisan dasar hukum dimulai de-ngan kata “mengingat” dan seterusnya.
Contoh : Mengingat ...
Setelah bagian pendahuluan selesai, baru meningkat pada bagian Batang Tubuh, yaitu berisi tentang ketentuan umum, ketentuan, mengenai obyek, ketentuan mengenai sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Ketentuan umum berisi tentang definisi, pengertian, penjelasan mengenai suatu istilah atau singkatan yang digunakan dalam peraturan perundang- undangan.
Ketentuan mengenai obyek yang diatur, lazimnya disusun sesuai dengan luas lingkup dan pendekatan yang dipergunakan. Ketentuan mengenai obyek disusun untuk, menggambarkan satu kesatuan sistem, cara berpikir yang runtut, mudah diketahui, dan dimengerti.
Ketentuan peralihan merupakan suatu cara untuk mempertemukan antara akibat hukum peraturan perundang- undangan baru dan peraturan perundang-undangan lama.
Teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan di tingkat daerah dalam bentuk Peraturan Daerah dan Keputusan Daerah, prosedurnya secara jelas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 Undang Undang Nomor 32 tahun 2004.
PROSES PEMBUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL
Proses pembuatan suatu undang-undang dapat diajukan oleh Presiden kepada DPR, atau diajukan oleh DPR kepada Presiden atau diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah kepada DPR.1. Proses Pembahasan RUU dari Pemerintah di DPR RI RUU beserta penjelasan yang berasal dari Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut.
Pimpinan DPR memberitahu dan membagikan RUU tersebut kepada seluruh Anggota. RUU yang terkait dengan DPD disampaikan kepada Pimpinan DPD.
2. Proses Pembahasan RUU dari DPR di DPR RIRUU beserta penjelasan yang berasal dari DPR disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden memberitahukan dan membagikannya kepada seluruh Anggota kabinet.
Apabila ada dua RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang, maka yang
dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan ketua DPR digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang.
Apabila setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan.
Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
3. Proses Pembahasan RUU dari DPD di DPR RI RUU beserta penjelasan yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian d Pimpinan DPR memberitahu dan membagikan kepada seluruh Anggota.
Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna.
Badan Musyawarah selanjutnya menunjuk Komisi atau Badan Legislatif untuk membahas RUU tersebut, dan mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja.
Suatu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diusulkan untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU) secara garis besar formatnya berisi : Panamaan; Pembukaan; Batang Tubuh; Penutup; Penjelasan (bila ada) dan Lampiran (bila diperlukan).
Penamaan, berkaitan dengan judul atau nama dari Rancangan Undang-Undang atau Undang-Undang yang diajukan atau disahkan, termasuk nomor dan tahun pembentukan undang-undang tersebut. Penulisan penamaan dilakukan dengan menggunakan huruf besar semua.
Pembukaan, setelah dilakukan penamaan, maka bagian berikutnya adalah pembukaan, yaitu yang dimulai dengan:
a. Frase “DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA”, kemudian dicantumkan pula nama pejabat pembuat undang-undang (untuk tingkat pusat) dan peraturan daerah (untuk tingkat propinsi, kabupaten atau kota),
Contoh :
Undang-undang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
GUBERNUR
BUPATI
WALIKOTA
b. Konsideran, yaitu berisi hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan dikeluarkannya undang-undang tersebut beserta latar belakangnya, dan dimulai dengan kata “menimbang” dan seterusnya ...
c. Dasar Hukum, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan atau dasar kewenangan pembuatan peraturan tersebut. Selain itu juga memuat peraturan perundang-undangan yang terkait langsung. Teknik penulisan dasar hukum dimulai de-ngan kata “mengingat” dan seterusnya.
Contoh : Mengingat ...
- Pencantuman frase : “Dengan persetujuan“
- Pencantuman Badan Perwakilan yang memberikan persetujuan, apakah DPR atau DPRD Provinsi atau DPRD Kabupatan/Kota.
Setelah bagian pendahuluan selesai, baru meningkat pada bagian Batang Tubuh, yaitu berisi tentang ketentuan umum, ketentuan, mengenai obyek, ketentuan mengenai sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Ketentuan umum berisi tentang definisi, pengertian, penjelasan mengenai suatu istilah atau singkatan yang digunakan dalam peraturan perundang- undangan.
Ketentuan mengenai obyek yang diatur, lazimnya disusun sesuai dengan luas lingkup dan pendekatan yang dipergunakan. Ketentuan mengenai obyek disusun untuk, menggambarkan satu kesatuan sistem, cara berpikir yang runtut, mudah diketahui, dan dimengerti.
Ketentuan peralihan merupakan suatu cara untuk mempertemukan antara akibat hukum peraturan perundang- undangan baru dan peraturan perundang-undangan lama.
Adapun fungsi peraturan peralihan adalah:
- Menghindari kemungkinan terjadinya kekosongan hukum atau peraturan perundang-undangan.
- Menjamin kepastian hokum.
- Memberikan perlindungan hokum. Ketentuan penutup berisi penunjukkan organ atau alat perlengkapan yang diikutsertakan dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan;
pengaruh peraturan perundang-undangan yang baru terhadap peraturan perundang-undangan yang ada;
- rumusan perintah pengundangan;
- penandatanganan pengesahan;
- pengundangan dan akhir bagian penutup.
Suatu undang-undang dinyatakan berakhir masa berlakunya:
- ditentukan dalam undang-undang itu kapan berakhirnya,
- dicabut kembali oleh undang-undang yang baru,
- bila terbit undang-undang baru yang memuat ketentuan yang bertentangan dengan undang-undang yang lama, maka undang-undang yang lama secara otomatis menjadi hapus kekuatannya.
Teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan di tingkat daerah dalam bentuk Peraturan Daerah dan Keputusan Daerah, prosedurnya secara jelas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 Undang Undang Nomor 32 tahun 2004.